Vrydag 15 Maart 2013

Artikel

Catatan

Sang Pemberontak

Jadikan Teman | Kirim Pesan
Terlahir di Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1987. Hanyalah lelaki biasa yang mencoba menikmati hidup secara sederhana. Suka kesunyian & merasa takut terlalu lama dikeramaian.

Ketika Pol PP Latah Mengartikan PUNK

REP | 15 September 2011 | 00:22 Dibaca: 370   Komentar: 0   Nihil
1316020844192720078Sebelas Anak Punk Ditangkap Pol PP, rambut mereka yang beraneka warna, dipangkas”. Seulas Berita yang jadi headline di halaman koran terbitan Sumatera Barat Barat, 14 Mei terasa sangat memilukan. Sebelas anak muda yang masih mencari jati diri, terpampang di poto utama surat kabar itu. Mereka kelihatan takut, jelas sekali mental mereka akan surut. Padahal, mereka adalah generasi yang seharusnya dibimbing! Bukan ditakuti, dengan berita yang menyudutkan.
Lebih menyudut ke skala lebih kecil. Di Sumbar, pemikiran masyarakatnya akan Punk, sangat tidak rasional. Mungkin hanya sebagian kecil yang tahu, apa Punk itu sesungguhnya. Jangankan Pemerintah, Wartawan, atau pun orang biasa, para bocah yang sering menganggap dirinya Punkers pun, mungkin tak tahu apa Punk itu sesungguhnya. Mungkin bagi mereka, Punk itu hanya sekedar pakaian, style, musik atau jalanan. Padahal, Punk tak hanya itu, Punk itu adalah jiwa. Punkers, adalah orang-orang yang menolak kemapanan.
Berbalik pada berita surat kabar satu hal yang terpikir, apakah si pembuat berita (baca : wartawan) yang merilis kabar itu tahu, apa Punk sesungguhnya. Mungkin saja mereka hanya menuruti ucapan Kepala Kantor Pol PP, yang menyebut kalau 11 orang yang mereka tangkap itu adalah Punkers. Lalu, untuk apa mereka jadi wartawan kalau hanya percaya pada ucapan seseorang (menurut pemikiran saya-red) . Maryulis Max Seorang kawan, yang juga guru- pernah menyebut, wartawan itu harus punya sifat tak percaya pada omongan seseorang. Mereka harus menggali suatu informasi dengan details, tanpa menyampingkan unsur keseimbangan.
Bukannya sok menggurui wartawan. Tapi, saya merasa hanya sedikit lebih tahu dari para wartawan-wartawan yang selalu menyudutkan Punk. Atau mungkin, mereka mendramatisir kejadian untuk sesuatu hal menghebohkan. Kalau iya, runtuhlah kita! Padahal, seorang wartawan harus berpikiran terbuka. Mereka harus siap dalam situasi apapun saat harus menggali informasi, meski pun fakta dalam informasi/apa yang akan diberitakan tersebut bertentagan dengan bathinnya.
Hanya mencoba menjelaskan. Punk itu merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Punk merupakan ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Punk lahir berlandaskan kemerosotan moral para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan Punk sebagai perusuh karena. Bahkan, mereka berusaha menyudutkan komunitas Punk. Banyak pula yang merusak citra Punk dengan tulisan dan slogan. Salah satu penumbang ‘penyingkiran’ itu adalah media massa. Mereka menggambarkan pada dunia luas, kalau Punk itu penjahat! Punkers merupakan orang-orang yang penuh dengan jiwa kotor! Padahal, menurut pengamat sosial, Punk adalah komunitas yang murni hidup dari larat pembangkangan, akan ketidakadilan.Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah adalah penjahat. Lalu, apakah memang baik-buruknya orang bisa dilihat dari pakaian?
Punkers banyak ditemui dimana saja. Gaya, penampilan, dan aksesoris-nya yang mencolok menjadi pemikat banyak orang untuk melirik gaya hidup mereka. Punkers terkesan antikemapanan dan antisosial. Itu terbukti dengan gaya rambut MOHAWK ala suku Indian. Rantai yang digantung di saku, sepatu tinggi junggle. Pakaian yang serba berwarna hitam, gelang dari besi yang menghiasi pergelangan tangannya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pakaian Punkers. Ditambah lagi celana JEANS super ketat hingga mata kaki yang dikenal dengan celana STREET dan paduan baju yang lusuh.
Dalam skala negara, Punk mengusung ide anarkisme. Anarkisme yang dimaksud bukanlah tindak kekerasan yang sering diidentikan oleh berbagai kalangan pada keberadaan kaum Punk. Anarkisme sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat yang bebas. Di sini anarkisme menghendaki tatanan sosial yang tidak seorangpun bisa menindas atau mengekspolitasi orang lain. Sebuah tatanan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang setara untuk mencapai perkembangan material dan moralnya secara maksimal. Sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara. Nampaknya, idealisme kaum Punk dalam konteks negara kudu siap ngadepin kenyataan sosial. Anarkisme adalah paham yang naif milik para pemimpi dan orang-orang putus asa.
Mereka menyadari ideologi ini sulit dikembangkan karena masyarakat masih membutuhkan negara untuk mengatur mereka. Khusus untuk YANG TERHORMAT Kumpulan Penengak Perda bernama POL PP. Saya tak menyalahkan anda secara penuh. Mungkin saja emang, belum mengerti Punk itu. Tapi, seharusnya, bapak-bapak sekalian harus mengetahui pasti, apa Punk itu. Jangan hanya nyerocos tak jelas. Pak, Punk itu apa? Anak jalanan bukan Punkers. Orang yang berambut mohawk, belum tentu Punkers.
Satu hal, tindakan pemotongan rambut yang dilakukan Pol PP sudah (mungkin) melanggar Hak Azasi Manusia. Jangan terlalu egosi dalam bertindak. Tuan, PUNK itu tak seperti yang kalian bayangkan! Punk bukan sampah, tak pula maling selayaknya “sebagian pejabat” yang merampok uang negara! Punk hanya sekumpulan manusia yang mencoba mencari arti, menolak kemapanan dan menghendaki tatanan sosial yang tidak seorangpun bisa menindas atau mengekspolitasi orang lain.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking